oleh

Kemendikbud Ristek Usulkan Budaya Jamu Sehat Sebahai WBTB ke UNESCO

SEMARANG – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengusulkan Budaya Jamu Sehat sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ke UNESCO. Di Jawa Tengah, budaya minum dan memproduksi minuman herbal ini, telah mendarah daging, bahkan sudah ditetapkan sebagai WBTB Tingkat Nasional 2019.

Kabid Pembinaan Kebudayaan Disdikbud Jateng Eris Yunianto mengatakan, pengusulan budaya minum jamu ke tingkat internasional, bermula dari Jateng. Usulan tersebut sudah dimulai pada 2018, dan ditetapkan sebagai WBTB Nasional pada tahun 2019.

“Pada 2019 jamu usulan dari Gabungan Pengusaha (GP) Jateng yang difasilitasi oleh Disdikbud Jateng, mengusulkan jamu sebagai WBTB. Kemudian jamu Jateng ditetapkan Kemendikbud RI layak sebagai WBTB Indonesia, dengan SK No 362/M/2019 tanggal 24 September 2019,” ujarnya, Jumat (8/4/2022).

Dari penetapan tersebut, pada 2021 GP Jamu Indonesia mengusahakan agar Budaya Indonesia berkompetisi pada WBTB tingkat internasional melalui UNESCO. Akhirnya, pada 7 April 2022, Kemendikbud menetapkan Budaya Minum Jamu sebagai Duta Indonesia berkompetisi dalam Intangible Culture Heritage (ICH) 2022.

Baca Juga  Jakarta Barat Pangkas 19 Pohon Rawan Tumbang

Eris mengatakan, Pemprov Jateng telah memasyarakatkan budaya minum jamu sejak 2019. Itu dilakukan dengan membudayakan gerakan minum jamu pada lima lokasi yakni, Setda Provinsi Jateng, Dinkes Jateng, Disdikbud Jateng, Diskop UKM, dan Disporapar Jateng.

“Kami juga menggelorakan gerakan Jamu Goes To School, Jamu Goes to University. Selain itu ada sembilan rumah sakit yang menyediakan pojok jamu. Adapula anjuran kepada hotel untuk menyediakan welcome drink berbahan jamu,” imbuh Eris.

Direktur Eksekutif GP Jamu Jateng Stefanus Handoyo Saputro mengatakan, masyarakat Jawa Tengah memunyai pertalian kuat dengan jamu. Selain dari sisi historisitas, banyak industri pengolahan jamu yang berada di Jateng.

Baca Juga  200 Peserta Ikuti Festival Seni Betawi-Gorontalo

“Jumlah industri ekstrak bahan alam (di Jateng) ada tujuh, industri obat tradisional (IOT) ada 16, termasuk di dalamnya Sido Muncul, Jamu Jago, Borobudur, Deltomed dan Air Mancur. Usaha Kecil Obat Tradisional ada 153 (unit), Usaha Mikro Obat Tradisional ada 264 (unit). Kalau jamu gendong itu ada ribuan. Di Jateng ada di Sukoharjo, Demak, Banyumas, dan sebagainya,” paparnya, lewat sambungan telepon, dikutip jatengprov.go.id.

Ditanbahkan, dari sisi sejarah, jamu telah digunakan ribuan tahun sebagai pengobatan. Ini tercatat dalam relief Karmawibangga yang terdapat di Candi Borobudur. Adapula relief di Candi Rimbi tahun 1329 Masehi, Prasasti Madhawapura 1305 Masehi, Serat Centhini 1814 Masehi, dan Situs Liyangan 800 Masehi.

Industri jamu di Indonesia, kata Handoyo, tercatat jauh sebelum pengumuman kemerdekaan RI. Dimulai pada 1820 Masehi dari sebuah industri rumahan di Jateng kemudian menyebar ke pulau lain di Indonesia. Kemudian pada 1900 tumbuh industri jamu yang menjadi pabrik-pabrik besar seperti Jamu Jago, Nyonya Meneer, Sido Muncul, Jamu Borobudur, Jamu Dami, hingga Jamu Air Mancur.

Baca Juga  KSAD Jenderal Dudung Abdurachman Himbau Jajaranya Lakukan Sidak HET Minyak Goreng

“Jamu asal Jateng juga banyak yang sudah di ekspor. Mulai dari Rusia, Malaysia bahkan ada perusahaan yang punya perwakilan di Filipina,” paparnya.

Handoyo berharap, dengan usulan ke kancah internasional semangat pengusaha dan masyarakat membudayakan jamu semakin besar. Ke depan, pihaknya akan terus memperkenalkan jamu kepada Generasi Milenial dan Gen-Z.

“Ada anggapan dari generasi Z, bahwa jamu itu pahit. Kan sebetulnya tidak, ada kunir asem ada beras kencur yang tidak pahit,” pungkas Handoyo. (*/cr1)

News Feed